Categories
BERITA SEJARAH

Perempuan Ratu Aceh yang Menguasai 4 Bahasa

Perempuan Ratu Aceh yang Menguasai 4 Bahasa

Perempuan Ratu Aceh yang Menguasai 4 Bahasa adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Kesultanan Aceh. Tidak hanya dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana, ia juga merupakan sosok yang cerdas dan multitalenta, termasuk kemampuannya menguasai empat bahasa. Berikut adalah ulasan tentang kehidupan dan warisan Sultanah Safiatuddin, sang ratu yang membawa Aceh ke puncak kejayaannya.

Siapakah Sultanah Safiatuddin?

Sultanah Safiatuddin memerintah Kesultanan Aceh dari tahun 1641 hingga 1675. Ia adalah ratu pertama dalam sejarah Aceh dan salah satu dari sedikit perempuan yang memimpin kerajaan Islam pada masanya. Nama aslinya adalah Putri Sri Alam, dan ia naik tahta setelah kematian suaminya, Sultan Iskandar Thani.

Kepemimpinannya tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga oleh negara-negara asing. Ia berhasil mempertahankan kedaulatan Aceh dari ancaman kolonialisme Eropa, sekaligus memajukan perdagangan, pendidikan, dan kebudayaan.

Kecerdasan dan Kemampuan Multibahasa

Salah satu keistimewaan Sultanah Safiatuddin adalah kemampuannya menguasai empat bahasa: Arab, Persia, Melayu, dan Urdu. Kemampuan ini tidak hanya menunjukkan kecerdasannya, tetapi juga membantu dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara lain.

  1. Bahasa Arab: Digunakan untuk urusan keagamaan dan komunikasi dengan ulama serta pemimpin Muslim di Timur Tengah.
  2. Bahasa Persia: Berguna dalam hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan di Persia dan Asia Tengah.
  3. Bahasa Melayu: Bahasa utama di Nusantara, digunakan untuk komunikasi internal dan perdagangan.
  4. Bahasa Urdu: Membantunya berinteraksi dengan pedagang dan diplomat dari India.

Kemampuan multibahasa ini menjadikan Sultanah Safiatuddin sebagai pemimpin yang disegani dan dihormati di kancah internasional.

Prestasi dan Warisan Sultanah Safiatuddin

Selama masa pemerintahannya, Sultanah Safiatuddin mencapai banyak prestasi, antara lain:

  1. Memajukan Pendidikan: Ia mendirikan pusat-pusat pembelajaran dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang agama dan sastra.
  2. Memperkuat Perdagangan: Aceh menjadi pusat perdagangan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang dari berbagai negara.
  3. Menjaga Kedaulatan: Ia berhasil mempertahankan Aceh dari ancaman penjajahan Portugis dan Belanda.
  4. Mendorong Kesetaraan Gender: Kepemimpinannya membuktikan bahwa perempuan mampu memimpin dengan bijaksana dan adil.

Inspirasi bagi Perempuan Modern

Sultanah Safiatuddin adalah bukti bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin yang kuat, cerdas, dan berpengaruh. Kisah hidupnya menginspirasi banyak perempuan untuk terus berkarya dan berkontribusi dalam berbagai bidang, tanpa terbatas oleh gender.

Kesimpulan

Sultanah Safiatuddin bukan hanya seorang ratu, tetapi juga simbol kekuatan, kecerdasan, dan keteguhan hati. Kemampuannya menguasai empat bahasa, memimpin dengan bijaksana, dan memajukan Aceh menjadikannya salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Nusantara. Warisannya tetap dikenang hingga hari ini sebagai inspirasi bagi generasi mendatang.

Dengan mempelajari kisahnya, kita bisa mengambil pelajaran tentang pentingnya pendidikan, keberanian, dan kepemimpinan yang adil. Sultanah Safiatuddin adalah bukti bahwa perempuan bisa mencapai hal-hal luar biasa!

Categories
BERITA INTERNASIONAL BERITA TERKINI

Trump Beri Tenggat Waktu 75 Hari Buat TikTok Sebelum Diblokir

Latar Belakang Keputusan Trump

Trump Beri Tenggat Waktu 75 Hari Buat TikTok Sebelum Diblokir – Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, pada tahun 2020 membuat keputusan yang menggemparkan dunia teknologi dan media sosial. Ia memberikan tenggat waktu selama 75 hari kepada perusahaan induk TikTok, ByteDance. Untuk menjual operasional TikTok di Amerika Serikat kepada perusahaan asal negara tersebut. Jika tenggat waktu ini tidak dipenuhi, aplikasi TikTok akan menghadapi pemblokiran di seluruh wilayah Amerika Serikat.

Keputusan ini diambil dengan alasan keamanan nasional. Pemerintah AS mengklaim bahwa data pengguna TikTok yang dikumpulkan oleh ByteDance. Dapat diakses oleh pemerintah Tiongkok, yang berpotensi membahayakan privasi dan keamanan warga Amerika Serikat. TikTok, di sisi lain, membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi data pengguna mereka.

Tenggat Waktu 75 Hari

Tenggat waktu yang diberikan Trump kepada ByteDance dimulai sejak ditandatanganinya perintah eksekutif pada bulan Agustus 2020. Perintah tersebut menginstruksikan ByteDance untuk menjual aset TikTok di Amerika Serikat kepada perusahaan yang berbasis di AS. Seperti Microsoft, Walmart, atau Oracle, yang pada saat itu menyatakan minatnya terhadap akuisisi tersebut.

Selain itu, Trump juga menekankan bahwa sebagian dari hasil penjualan TikTok harus masuk ke kas Departemen Keuangan Amerika Serikat sebagai kompensasi atas transaksi tersebut. Pernyataan ini sempat menuai kontroversi karena dianggap tidak lazim dalam dunia bisnis.

Reaksi dan Dampak Keputusan

Reaksi dari ByteDance dan TikTok

ByteDance, sebagai perusahaan induk TikTok, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap langkah Trump. Mereka menilai keputusan tersebut sebagai tindakan politis yang tidak adil. TikTok juga mengajukan gugatan hukum terhadap pemerintahan Trump untuk melawan perintah eksekutif tersebut.

TikTok berargumen bahwa mereka telah bekerja sama dengan regulator Amerika Serikat dan berkomitmen untuk menjaga privasi serta keamanan data pengguna. Mereka juga menekankan bahwa server data mereka untuk pengguna AS berada di Amerika Serikat dan dicadangkan di Singapura, sehingga kecil kemungkinan data tersebut dapat diakses oleh pihak ketiga di Tiongkok.

Dampak pada Pengguna dan Industri Teknologi

Trump Beri Tenggat Waktu 75 Hari Buat TikTok Sebelum Diblokir Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengguna TikTok, terutama para kreator konten yang mengandalkan platform ini sebagai sumber pendapatan utama. Jika TikTok diblokir, mereka terancam kehilangan akses ke jutaan pengikut dan pendapatan dari sponsor.

Di sisi lain, keputusan Trump juga menjadi preseden baru dalam hubungan antara pemerintahan AS dengan perusahaan teknologi global. Banyak pihak yang mempertanyakan apakah tindakan ini murni demi keamanan nasional atau bagian dari perang dagang antara AS dan Tiongkok.

Kesimpulan

Keputusan Donald Trump untuk memberikan tenggat waktu 75 hari kepada TikTok mencerminkan kompleksitas hubungan antara politik, teknologi, dan keamanan nasional di era digital. Meskipun TikTok berhasil lolos dari pemblokiran dengan berbagai kompromi, kasus ini menjadi pengingat penting akan perlunya regulasi yang adil dan transparan di dunia teknologi global.

Sementara itu, pengguna dan industri teknologi global terus mengamati bagaimana pemerintah di berbagai negara menangani isu-isu yang serupa. Kasus TikTok menunjukkan bahwa platform media sosial tidak hanya alat hiburan, tetapi juga arena yang melibatkan kepentingan geopolitik dan ekonomi yang besar.